Memiliki status sebagai seorang
mahasiswa adalah hal yang sangat didambakan oleh anak muda yang baru saja lulus
dari SMA. Pendidikan yang semakin tinggi dalam masyarakat umum lebih dipandang
dan “terjamin”. Apalagi sebagai orang tua, memiliki anak yang kuliahan
hingga menyandang status “Sarjana” adalah sebuah kebanggan yang tak
ternilai harganya. Ada banyak alasan yang menjadikan status ini kerap menjadi
incaran bagi siapa saja dari segala usia. Kadangkala mereka berpikir bahwa
menjadi seorang mahasiswa adalah sebuah jalan untuk mencari ilmu yang lebih.
Ada pula yang beranggapan dengan menjadi lulusan sebuah perguruan tinggi akan
meningkatkan status sosial ekonomi di masa yang akan datang. Tapi tidak jarang
pula status mahasiswa hanya sekedar untuk gengsi dan kesenangan. Umumnya
pemikiran seperti itu berasal dari kalangan anak muda yang jiwanya masih
menggebu-gebu. Alasan-alasan seperti inilah yang nantinya menentukan akan
menjadi mahasiswa seperti apa dia ketika menjalani masa perkuliahan.
Saat pertama kali menginjakkan kaki
di sebuah perguruan tinggi, yang dipikirkan oleh kebanyakan mahasiswa adalah
bagaimana caranya agar dapat berkuliah dengan baik, mencapai cita-cita yang
sejak awal dibawa dari kampung lalu mendapat pekerjaan yang baik. Sementara
gambaran tentang kehidupan kampus yang sesungguhnya belum begitu tahu. Tetapi perubahan
akan banyak terjadi beberapa waktu kemudian seiring dengan perjalanan akademik
mahasiswa. Setiap individu akan memilih jalan hidupnya masing-masing. Entah
dari teman sepergaulan, kegiatan kampus, ataupun organisasi yang dipilih. Semua
itu bergantung pada pola pikir dan pemahaman masing-masing mahasiswa. Sehingga
nantinya mahasiswa akan memiliki karakter dan sifat yang berbeda-beda pula. Seiring
dengan perkembangan zaman, teknologi informasi yang semakin maju menyebabkan
munculnya berbagai pemahaman dan pemikiran yang bervariasi di kalangan mahasiswa.
Hai ini tentunya akan mempengaruhi tingkah laku mahasiswa dalam kehidupan
sehari-hari.
Seperti yang kita tahu mahasiswa
kerap disebut-sebut sebagai agen perubahan (agent of change), karena dalam
jiwanya masih tertanam kuat semangat kepemudaan yang diharapkan bisa memberi
manfaat untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik. Pada masa inilah,
kontribusi dan konsistensi seorang mahasiswa diuji. Siapa yang sudah mencoba
berbuat banyak hal, dengan mempertahankan sikap idealisnya, akan mempunyai
pandangan masa depan yang terarah. Ia mempunyai segudang pengalaman, entah itu
pengalaman gagal atau pun sukses. Siapa yang tidak konsisten dan mudah terjebak
dalam sikap pragmatisnya akan sulit berkembang dan sulit bangkit sekali ia
jatuh.
Namun kenyataannya, seseorang yang
baru menyandang status sebagai mahasiswa biasanya akan berpikiran bahwa sesuatu
itu mudah diraih secara instan, tanpa harus melakukan banyak usaha. Pada awal masa
perkuliahan yang mereka pikirkan hanya sekedar mata kuliah yang harus mereka
hadapi dengan baik. Mereka tidak menyadari bahwa yang sedang meraka jalani saat
ini di bangku perkuliahan akan sangat berpengaruhi terhadap nasib mereka kelak
setelah dinyatakan lulus. Kebanyakan dari mereka tidak sadar akan posisi mereka
yang saat ini sedang berada di puncak perjuangan sebelum menghadapi dunia luar.
Idealisme beberapa mahasiswa saat ini sangatlah rapuh. Mereka tidak punya
ideologi dan tidak memiliki karakter, sehingga selalu ingin instan.
Sekarang kita ingat terlebih dahulu
apa arti mahasiswa itu sebenarnya sebelum kita mengetahui pola pikir yang
idealisme. Arti mahasiswa adalah yang paling tinggi dari siswa dan seorang
mahasiswa harus memiliki pola pikir yang berbeda dari siswa-siwa di bawahnya. Akan
sangat sulit membentuk karakteristik tersebut dari seorang siswa yang biasanya hanya
mendapat pengajaran dari gurunya, sedangkan mahasiswa itu harus menjadi seorang
yang militan si. Karena seorang mahasiswa itu itu harus memiliki otak yang
cerdas bukan sekadar pintar dan kritis akan lingkungan sekitarnya. Dia akan
memperbaiki yang buruk dan yang sudah baik akan menuju kesempurnaan. Tapi sayangnya
mahasiswa saat ini dinilai kurang kritis, militansinya kurang dan apatis dengan
lingkungan sosial sekitarnya. Mungkin sekarang ini mahasiswa hanya di doktrin
supaya belajar dengan akademik yang tinggi,namun sayangnya mereka hanya
dipandang sebagai intelektual kampus dan bukan menjadi seorang intelektual untuk
bangsanya.
Yang sedang melanda para mahasiswa
saat ini adalah keringnya persentuhan dengan rakyat, sehingga rasa kepekaan
mereka terhadap masyarakat juga rendah. Ditambah mahasiswa yang malas membaca
buku dan diskusi sebagai sarapan setiap hari. Tidak jarang mahasiswa yang
bahkan belum tahu dan masih bingung ketika dihadapkan pada pertanyaan yang
menyinggung tujuan mereka setelah lulus nanti. Mahasiswa cenderung berbuat
seenaknya sendiri, bahkan tidak peduli dengan orang lain dan lingkungan di
sekitarnya. Mahasiswa yang baru belum bisa melihat jauh ke depan, tentang apa
yang ingin dicita-citakan. Pola berpikir seperti ini sebenarnya masih mendapat pengaruhi
oleh masa-masa pendidikan sebelum dunia perkuliahan dan akan berlanjut sampai
mahasiswa tersebut lulus dari perguruan tinggi dan akhirnya mauk ke dunia
kerja. Sulit menemukan mahasiswa yang akan menjawab dengan tegas dan pasti
pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Beberapa mungkin lebih memilih untuk melamar
kerja kesana kemari atau malah menjadi pengikut teman-temannya. Padahal masa
depan setiap orang yang satu dengan orang lain itu pasti berbeda. Selain karena
nasib, juga karena kecocokan dengan passion dan kemampuan masing-masing.
Tentunya arah dan tujuan setelah
selesai masa kuliah adalah menentukan masa depan. Semenjak awal perkuliahan,
mahasiswa telah dibimbing untuk mendalami materi yang tepat sesuai dengan
jurusan mereka masing-masing. Pada saat itu pula mahasiswa juga harus tahu
betul apa makna sesungguhnya dari proses perkuliahan itu. Mungkin bagi sebagian
mahasiswa akan sulit untuk menemukan sebuah kenikmatan saat menjalani dunia
perkuliahan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami hal-hal
semacam itu. Contohnya saja di tengah-tengah kehidupan kampus yang nyaris menyita
semua waktu materi dan juga tenaga. Mahasiswa dituntut untuk masuk kuliah
dengan tepat waktu, mengejar dead-line tugas yang menumpuk dari dosen dan belum
lagi ditambah masalah pribadi, teman dan keluarga.
Tapi tidak semua mahasiswa menyikapi
demikian, masih banyak mahasiswa yang memilih untuk membentuk diri dan hidupnya
untuk menegakkan kebenaran dan menjadi mahasiswa yang berprestasi. Tidak
menyia-nyiakan waktu muda untuk berhura-hura dan lebih memilih untuk
menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan tepat waktu merupakan suatu contoh
sosok Jiwa muda yang nyata dan berkarya. Bagi kalangan mahasiswa yang memiliki
persiapan matang dalam menjalani masa kuliah, pasti mereka akan memiliki
gambaran dan ideologi tersendiri dalam menjalani dunia perkuliahan. Namun yang kini
menjadikan pertanyaan dasar untuk para mahasiswa adalah untuk apa nilai yang
anda dapat dan apa tujuan anda kuliah? Beberapa mahasiswa beranggapan bahwa
tanpa nilai yang kita dapat, kelak ketika kita lulus kita tidak akan memiliki
arti apa-apa. Yang intinya dalam kasus seperti ini yang menjadi pemikiran utama
dari mahasiswa saat ini adalah untuk mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Buktinya
kita masih sering menjumpai seorang mahasiswa yang terlalu idealis. Contohnya
saja ketika mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan harapannya, ada beberapa
mahasiswa yang protes kepada dosen untuk mendapatkan nilai yang lebih baik. Meskipun
hal-hal seperti ini dianggap salah, tetap saja dosen tersebut akan memberikan
nilai secara objektif. Semua hal tersebut mereka lakukan demi memperoleh nilai
yang sempurna.
Dunia kampus adalah salah satu
bagian dari proses sebuah kehidupan, dan nantinya akan banyak kenangan yang
terukir di kampus. Inilah langkah awal seorang generasi muda untuk membuat
sejarah baru. Apakah mereka mampu memberikan gambaran masa depan bagi dirinya sendiri.
Hal ini akan terlihat saat mereka telah menjadi sarjana. Jalan hidup yang
dipilihnya pasti hanya melanjutkan aktivitas yang biasanya dilakukan saat di
perguruan tinggi. Oleh karena itu hendaklah seorang mahasiswa sedini mungkin
pandai-pandai membentuk sebuah eksistensi dan mengkontrol berbagai pengaruh
yang dapat masuk setiap saat menyerang pemikirannya. Yang tentu saja pemikiran
itu akan mempengaruhi pola kehidupannya, sekarang, dan masa depan.
Sayangnya saat ini pemikiran
mahasiswa cenderung tidak terstruktur dan tak berorientasi ke depan. Keadaan
seperti ini yang kerap membuat masyarakat galau dan mengendurkan harapannya
pada para mahasiswa. Disinilah perlu adanya rekontruksi. Jika menyelidiki lebih
dalam, budaya mahasiswa saat ini adalah budaya pop, pola pikir yang selalu
instan dan semangat juang yang kurang. Teknologi yang lebih berfungsi sebagai
penghibur diri. Mereka sibuk dengan media sosial dan tak jarang lebih memilih
untuk mencari sesuatu yang belum tentu bermanfaat dibanding mencari referensi
untuk kuliahnya. Mahasiswa jaman sekarang lebih sibuk dengan urusan pribadinya.
Bagaimana cara untuk mendapat IPK tinggi, lulus dengan cepat dan segera
mendapatkan pekerjaan. Jiwa nasionalisme kurang, tidak ada pemikiran yang lebih
meluas untuk membangun bangsa, bahkan kreatifitas dan karyanyapun juga kurang.
Apa sebenarnya yang membuat
mahasiswa memiliki pemikiran seperti itu? Setiap mahasiswa tentunya memiliki
ideologi masing-masing. Setiap langkah yang diputuskannya mengandung beberapa
faktor yang dipengaruhi dari internal maupun eksternal. Ketika mahasiswa
memiliki suatu pemahaman dan akhirnya melahirkan ide untuk melakukan sesuatu.
Maka hal tersebut akan menuntun mereka ke langkah yang lebih pasti. Tetapi
kenyaatan yang pasti adalah bahwa niat awal seorang mahasiswa yaitu mengabdi
pada masyarakat dikemudian hari. Pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak
hanya dilakukan ketika menjelang lulus ataupun saat pasca lulus. Hal seperti
ini mestinya sudah dipersiapkan minimal ketika mulai masuk ke perguruan tinggi.
Saat seorang mahasiswa yang sudah di wisuda namun belum menjadi masyarakat
sosial yang seutuhnya maka hal tersebut akan menjadi tanggungan masing-masing
mahasiswa itu sendiri. Begitu pula dengan mengetahui medan kehidupan
beserta perangkatnya. Memang saat ini masih sulit untuk menemukan mahasiswa yang
memiliki keberanian luar biasa dan mampu menciptakan lingkungan yang bermartabat.
Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa hal seperti itu bisa terwujud.
Kerjasama antar sesama mahasiswa
khususnya dalam hal saling memahamkan akan memberikan dampak yang baik dalam
perkuliahan maupun dalam kehidupan bersosial. Begitu pula dengan saling memberi
dukungan dalam hal yang positif tentu memberikan nilai lebih dalam proses
menjadi seorang mahasiswa. Unggul dan berkualitas saling memiliki keterkaitan
satu sama lain. Pelengkap bagi mahasiswa satu dengan yang lainnya yaitu
kelebihan yang dimilikinya tersebut. Keserasian serta kekompakan dalam setiap
gerakan mahasiswa perlu ditata ulang sehingga menghasilkan mahasiswa
sesungguhnya yang selalu didamba-dambakan .