Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang terbentuk dari proses yang berangsur lama dan berulang-ulang sesuai dengan perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan di tempat asalnya. Vernakular, berasal dari vernacullus yang berarti lokal, pribumi. Pembentukan arsitektur berangsur dengan sangat lama sehingga sikap bentuknya akan mengakar. Latar belakang indonesia yang amat luas dan memiliki banyak pulau menyebabkan perbedaan budaya yang cukup banyak dan arsitektur merupakan salah satu parameter kebudayaan yang ada di indonesia karena biasanya arsitektur terkait dengan sistem sosial, keluarga, sampai ritual keagamaan. Di semester 2 ini saya memilih konsep arsitektur rumah tradisional kudus sebagai rujukan untuk tema tugas besar mata kuliah arsitektur vernakular. Berikut adalah sedikit rangkuman seperti apa rumah tradisional kudus tersebut.
|
Gb. Tampak Depan Rumah Tradisional Kudus
Lokasi Museum Krerek Kudus |
Arsitektur rumah tradisional Kudus pada umumnya mempunyai banyak persamaan dengan rumah tradisional Jawa. Namun, disamping itu arsitektur rumah tradisional kudus juga memiliki keunikan-keunikan tersendiri. Rumah tradisional Kudus merupakan salah satu variasi rumah tradisional Jawa yang pernah berkembang pesat pada masa kejayaan (Kompas 30 Desember 2006). Rumah adat Kudus dibuat dari kayu dengan konstruksi knock down sehingga memungkinkan dibongkar pasang dan dipindah ke tempat lain tanpa merusak fisik bangunannya. Sehingga konstruksi bangunan dari rumah tradisional Kudus itulah yang menjadi sisi keunikan dari bangunan ini.
KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL KUDUS
Rumah tradisional kudus merupakan kesatuan dari beberapa bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal serta tempat melakukan aktivitas sehari-hari di rumah, termasuk berdagang atau tempat produksi dari industri rumah tangga. Pola tata bangunan terdiri dari bangunan utama atau dalem, jogosatru di depan serta pawon di samping. Halaman terletak ditengah tapak, diseberang halaman terdapat kamar mandi dan sisir. Sedangkan regol terletak di samping halaman. Halaman adalah unsur yang sangat penting karena sifat halaman mengikat ruang-ruang di sekitarnya sehingga menjadi satu kesatuan rumah. Memisahkan bangunan utama yang privat dengan sumur dan sisir yang merupakan daerah servis. Dan menjadi perantara daerah luar dan daerah dalam.
Bangunan tradisional kudus terdiri dari bagian kepala, badan dan kaki. Bagian kepala bangunan pada masing-masing unit bangunan berbeda .
1. Dalem beratap joglo tinggi (pencu).
2. Jogosatru beratap panggang pe (sosoran)
3. Pawon beratap kampung dengan sosoran di bagian depan atau disebut dengan atap kampung gajah ngombe.
4. Kamar mandi beratap kampung atau panggang pe sedangkan sisir beratap kampung.
5. Regol beratap kampung atau limasan.
Bagian badan bangunan ditandai dengan adanya 3 pintu pada jogosatru serta satu pintu pada pawon. Pintu utama jogosatru terletak di tengah, berupa pintu inep berdaun dua. Dua buah pintu yang lain mengapit pintu utama, berlapis dua. Pintu dalam berupa gebyog yang bisa digeser, pintu luar berupa pintu sorong kerawangan setengah dinding. Pintu pawon rangkap dua sebagaimana pintu pengapit pada jogosatru. Jendela jarang terdapat pada bagian depan. Jika ada berupa sepasang jendela kecil berjeruji pada dinding gebyog.
Kaki bangunan berupa pondasi atau bebatur yang berudak-undak mulai dari jogosatru sampai ke dalem dan berbahan batu kali. Peil lantai bangunan terletak cukup tinggi dari tanah, makin ke dalam makin tinggi. Pada emper terdapat anak tangga untuk mencapai lantai jogosatru. Pondasi digunakan sebagai alas perletakan balok kerangka rumah yang merupakan balok kayu dengan dimensi besar (20X30). Pondasi umpak dari batu bata dipakai pada soko guru, bentuk umpak tinggi di atas lantai, kadang-kadang ada yang sampai setinggi 2 meter.
Lantai pada jogosatru menggunakan ubin atau batu bata sehingga pondasi lebih dahulu diurug tanah. Pada bagian dalem digunakan lantai papan kayu (gladagan) dengan kerangka balok-balok kayu. Ruang dibawah geladag dibiarkan kosong, atau kadang-kadang dimanfaatkan untuk penyimpanan rahasia. Daerah Kudus yang dahulunya merupakan daerah rawa-rawa kemungkinan merupakan sebab rumah rumah di daerah ini berlantai panggung untuk mengatasi kelembaban lantai serta banjir.
Dinding dibedakan menjadi dua, yakni dinding pengisi dan rangka dinding yang menyangga beban dari atap. Penyangga atap yang utama adalah soko guru (empat tiang utama penyangga brunjung). Bagian atas soko guru dirangkai oleh dua batang balok. Balok sebelah bawah (sunduk kili) dipasang berdiri (untuk menstabilkan konstruksi). Balok sebelah atas (tutup kepuh), dipasang tidur dan menyangga susunan balok tumpang. Diantara sunduk kili dan tutup kepuh terdapat ganjal yang disebut santen berbentuk kelopak bunga. Di atas tutup kepuh terdapat susunan balok yang disebut tumpang. Jumlah balok tumpang selalu ganjil antara 3-17 tingkat (umumnya 9 tingkat). Jumlah ini mencerminkan tingkat kualitas rumah (semakin tinggi tingkat, maka kualitas pembangunan semakin mewah).
Gebyog atau dinding pengisi dari kayu adalah konstruksi yang tidak memikul beban. Ada dua macam dinding kayu, yang pertama adalah dinding kayu yang disusun dari elemen panil-panil kayu. Elemen ini terdiri dari bilah kayu panjang (3X12) yang merupakan rangka pembentuk gebyog serta elemen pengisi dari papan kayu (2X30). Dua elemen ini dirangkai dengan sambungan pen dan alur. Susunan panil-panil ini membentuk pola yang khas pada fasade rumah kudus. Gebyog ini terdapat pada keempat sisi ruang jogosatru. Dinding pengisi yang kedua merupakan lembaran tipis (seperti multipleks, tebal + 0,8 cm), namun lembaran tipis ini terbuat dari potongan kayu yang utuh. Papan tipis ini dipasangkan secara melengkung dengan dijepit dibagian atas dan bawah dan dipegang disisi kanan kirinya dengan kolom kecil. Pemasangan panil lengkung macam ini dimaksudkan agar konstruksi tetap mempunyai kekuatan dan kekakuan karena bentuknya, walaupun terbuat dari lembaran tipis.
Konstruksi bukaan dinding pada jogosatru sangat unik. Terdapat 3 macam pintu. Pintu utama berupa pintu ayun ganda (pintu kupu tarung) yang diletakkan di tengah. Pintu ini berupa pintu kayu massif dengan engsel samping dan dilengkapi dengan selarak di sisi dalam. Pintu ini merupakan pintu utama rumah, namun pintu ini hanya dibuka pada saat-saat tertentu ketika ada acara-acara resmi. Kembaran pintu tengah adalah pada pintu dalem, biasanya mendapat sentuhan ornamentasi yang lebih rumit, terutama pada bingkai atau kosennya. Pintu ke dua dan ketiga merupakan pintu pengapit dari pintu utama. Di sisi dalam berupa dinding gebyog yang dapat digeser-geser. Railing kayu dan penggantung terdapat di sebelah atas pintu. Gebyog ini massif tanpa pelobangan. Bentuknya persis sama dengan modul dinding gebyog di sebelahnya. Gerendel pintu ada di sisi samping gebyog. Pada sisi luar gebyog geser ini terdapat pintu geser. Tinggi pintu setengah dinding (140cm) dan berupa pintu kerawangan. Rangka pintu berupa kayu papan 3x20 di sisi atas dan bawah, kayu 3x10 di samping yang sekalian menjadi penggantung. Di bagian tengah berupa trails kayu tegak dengan bilah kayu 2x2 yang dipasang berdiri diagonal. Pintu pengapit ini lebih sering digunakan sehari-hari. Pada kondisi terbuka ketika sedang menerima tamu atau ada kegiatan di jogosatru kedua pintu di geser. Ketika tidak ada kegiatan tetapi pemilik rumah ada di dalam, pintu sorong yang ditutup sementara gebyog dibiarkan terbuka.
Pada ruang jogosatru terdapat tiang tunggal yaitu soko geder. Fungsinya membantu mendukung blandar utama di atas jogosatru, keberadaan tiang ini lebih mempunyai arti simbolis daripada fungsi strukturalnya. Tanpa adanya tiang ini blandar utama sudah didukung oleh konsol dari dua kolom yang mengapit pintu utama dalem. Mengapa balok besar ini bisa terletak agak ditengah ruang?. Hal ini terjadi karena perluasan ruang Jogosatru. Ruang yang sebenarnya adalah emperan rumah diperluas dan ditutup dengan dinding gebyog menjadi ruang tamu. Untuk mendapatkan ruang yang lebih luas dinding dalem diundurkan dari garis yang seharusnya. Yakni garis dimana terdapat balok dinding dan tempat jatuhnya jurai. Hal ini dapat dilihat pada jatuhnya dudur yang tidak pada dinding dalem tetapi maju lebih kurang 1meter. Dudur disangga oleh belandar utama yang melintang sepanjang lebar bangunan, mulai dari jogosatru sampai ke pawon. Kemiringan atap pada bagian ini mengantarai kemiringan atap jogosatru yang rendah dengan atap dalem yang lebih tinggi. Kemiringan atap berjenjang empat ini membentuk atap pencu khas kudus. Yakni atap joglo dengan empat tahapan kemiringan. Tingkatan kemiringan ini dibentuk oleh posisi dudur dan bladar. Atap paling bawah dibentuk oleh dudur dan blandar diatas gebyog jogosatru. Kemiringan atap kedua dibentuk oleh dudur yang menghubungkan belandar dijogosatru dengan belandar diatas gebyog dalem. Kemiringan ketiga dibentuk oleh dudur yang menghubungkan belandar dalem dengan balok tumpang sari, dan yang terakhir dibentuk oleh dudur di atas tumpangsari yang disebut brunjung.
Tata ruang rumah adat Kudus terdiri dari beberapa ruangan, yaitu :
- Jogo satru, adalah nama untuk bagian depan dari rumah adat kudus. Secara makna kata Jogo Satru bisa diterjemahkan jogo artinya menjaga dan Satru artinya musuh. Namun untuk sehari-hari Ruangan ini sering digunakan sebagai tempat menerima tamu yang berkunjung. yaitu ruangan depan yang sekarang difungsikan sebagai ruang tamu. (Fungsi sebenarnya untuk mencegah dan menangkal satru/musuh yang datang sewaktu-waktu). Di dalam ruangan Jogo satru terdapat satu tiang yang disebut Soko Geder. Hal ini melambangkan Allah itu tunggal dan mengingatkan kepada penghuninya agar selalu iman dan taqwa kepada Allah SWT.
- Ruang dalam (inti) berfungsi sebagai kamar-kamar dan gedongan(kamar utama) yang digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka, kekayaan dan sebagai kamar tidur kepala keluarga. Di ruang dalam ini terdapat kerangka bangunan yang disangga dengan kokoh oleh 4 buah sokoguru yang melambangkan “Napsu Patang Prakoro” atau 4 jenis nafsu manusia yaitu amarah, luamah, sufiah dan mutmainnah. Hal ini mengandung pengertian bahwa penghuninya harus mampu menguasai dan mengendalikan hawa nafsu tersebut. Diatas keempat soko guru tersebut terdapat Pangeret Tumpang Songo (kamuncak berlapis sembilan) yang semakin keatas semakin mengecil. Selain itu ada yang berpangeret tumpang pitu (tujuh) tumpang lima dan tumpang telu (tiga) tergantung dengan kemampuan dan kekuatan sosial ekonomi pemiliknya. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam jumlah pangeret tersebut adalah :
- Pangeret Tumpang Songo, melambangkan bahwa di tanah Jawa ada Walisongo perlu dijadikan suri tauladan.
- Pangeret Tumpang Pitu, melambangkan bahwa kelahiran manusia di dunia itu tidak sendirian, tetapi bersama kadang pitu yaitu : Mar, Marti, kakang kawah, adi ari-ari, getih, puser dan pancer sukma. Hal ini diharapkan pemilik rumah mampu menyatukan diri dengan semua kadang pitu guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
- Pangeret Tumpang Lima, melambangkan 5 kali solat dalam sehari semalam yang merupakan bagian dari 5 rukun islam.
- Pangeret Tumpang Telu, berarti setiap manusia wajib memahami bahwa dirinya adalah titah sawantah yang mengalami 3 kehidupan, yaitu : Kehidupan di alam arwah/insane hamil ; Kehidupan di alam dunia fana ; Kehidupan di alam akhirat. Oleh karena itu diharapkan penghuni rumah dapat membekali dirinya agar kehidupannya di alam akhirat nanti mendapatkan kebahagiaan disisi Allah SWT.
3. Pawon (ruang keluarga), digunakan untuk aktifitas keluarga.
Misalnya : ruang makan, ruang bermain anak-anak, dan dapur.
4. Gedongan
Merupakan bagian ruang keluarga. Ruangan ini biasa digunakan untuk tempat tidur kepala keluarga.
5. Pawon
Untuk Pawon sendiri letaknya berada pada bagian samping. biasa digunakan untuk masak, belajar dan melihat televisi. “Untuk halaman depan rumah, terdapat sumur pada sebelah kiri yang dinamakan Pakiwan
FILOSOFI
Filsafat hidup manusia dalam rumah adat Kudus mencerminkan betapa dalamnya ilmu, budi luhur nenek moyang kita yang diwariskan dalam bentuk perlambang/sandi dalam bangunan yang dihuninya. Keunikan dan keistimewaan Rumah Adat Kudus (Joglo Kudus) tidak hanya terletak pada keindahan arsitekturnya yang didominasi dengan seni ukir sederhana, tetapi juga pada kelengkapan komponen-komponen pembentuknya yang memiliki makna filosofis berbeda-beda. Berikut beberapa filosofi tersebut :
1. Bentuk dan motif ukirannya mengikuti pola kala (binatang sejenis laba-laba berkaki banyak), gajah penunggu, rangkaian bunga melati (sekar rinonce), motif ular naga, buah nanas (sarang lebah), motif burung phoenix, dan lain-lain.
2. Tata ruang rumah adat yang memiliki jogo satru/ruang tamu dengan soko geder-nya/tiang tunggal sebagai simbol bahwa Allah SWT bersifat Esa/Tunggal.
3. Gedhongan dan senthong/ruang keluarga yang ditopang empat buah soko guru/tiang penyangga. Keempat tiang tersebut adalah simbol yang memberi petunjuk bagi penghuni rumah supaya mampu menyangga kehidupannya sehari-hari dengan mengendalikan 4 sifat manusia: amarah, lawwamah, shofiyah, dan mutmainnah.
4. Pakiwan (kamar mandi) sebagai simbol agar manusia selalu membersihkan diri baik fisik maupun rohani. Pakawin tersebut berupa sumur, kamar mandi dan padasan (tempat wudlu). Biasanya Pakawin terletak di depan rumah sebelah kiri sejajar dengan pawon.Ini diharapkan agar tiap orang yang datang dari bepergian supaya membersihkan kaki dan tangan terlebih dahulu di kamar mandi tersebut sebelum memasuki rumah.
Di sekeliling Pakawinan biasanya ditanami berbagai tumbuh-tumbuhan sebagai perlambang kepada manusa, antara lain :
a. Pohon belimbing : Melambangkan 5 rukun Islam seperti jumlah linger buah belimbing
b. Pohon puring : Jadilah manusia agar tidak menjadi gampang sudah menghadapi kesulitan.
c. Pohon andhong : Manusia supaya pandai-pandai tanggap situasi guna memperoleh kebahagiaan.
d. Pohon pandan wangi : Melambangkan rezeqi yang harum seharum pandan yang banyak manfaatnya.
e. Pohon kembang melati : Melambangkan keharuman serta kesucian abadi, artinya diharapkan para penghuni rumah menjadi manusia yang berakhlaq baik dan berbudi luhur.
Selain beberapa hal tersebut, bentuk Rumah Adat Kudus yang merupakan “Joglo-Pencu” yang berpenampilan perkasa serta anggun melambangkan bentuk fisik penghuninya yang tampan, gagah serta perkasa. Sedangkan penghuni rumah tersebut dilambangkan sebagai Sang Sukma, yang menyatu mengisi, merawat, memelihara serta menjaga rumahnya sendiri dengan sebaik-baiknya. Rumah Joglo pencu yang tampak menjulang tinggi menggapai langit, melambangkan tingginya kuasa Yang Maha Agung atas manusia. Oleh karena itu penghuninya harus selalu ingat serta taqwa terhadap Allah SWT demi keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. Filsafat hidup manusia dalam rumah adat Kudus mencerminkan betapa dalamnya ilmu, budi luhur nenek moyang kita yang diwariskan dalam bentuk perlambang/sandi dalam bangunan yang dihuninya.
Pada umunya Rumah Adat Kudus selalu menghadap kearah selatan hal ini dikarenakan sinar matahari pagi bisa masuk dengan lebih baik ke dalam rumah, sehingga kesehatan penghuninya dapat lebih terjamin. Bila musim kemarau tritisan depan rumah tidak langsung kena sinar matahari sehingga tetap lindung (adhem). Filosofi lainnya yaitu supaya penghuninya berumur panjang dan murah rezeqi. Selain itu nenek moyang kita juga tetap berpegang kepada filsafat yang mengharuskan berumah tinggal yang membelakangi gunung, dikelilingi persawan/perkebunan dan menghadap samudra.
Selain Filosofi yang ada di dalam rumah adat kudus, ada beberapa upacara yang berkaitan dengan pembangunan rumah adat kudus dan tentunya memiliki filosofinya masing-masing, seperti upacara selamatan Bukak Tebleg, yaitu sesaat sebelum penggalian pandemen rumah yang akan dibangun guna keselamatan pemilik dan upacara ulih-ulihan, yaitu selamatan dan tasyakuran setelah rumah sudah jadi dan siap dihuni, dengan mengundang masyarakat setempat, maka diharapkan keakraban bermasyarakat di tempat baru akan lestari.
|
Dokumentasi Penulis |